My Name Is Avicenna



Sena. Nama ini sukses menjadikanku pribadi yang mengeluh dan kesal ketika orang-orang memanggil dengan nama tersebut, nama yang  tidak layak bersanding dengan kecerdasan yang kumiliki saat ini. Kalian harus tahu bahwa aku adalah salah satu anak tercerdas di sekolah, hmmmm bukan hanya salah satu tapi akulah siswa yang paling cerdas di sekolah. Setiap kali pengumuman peringkat kelas, akulah juaranya baik tingkat kelas maupun juara umum. Selain itu, aku juga rajin mengikuti lomba-lomba yang selalu memberikan hasil yang memuaskan dan membanggakan nama sekolah dan orangtua, tapi tidak dengan namaku.

Entahlah, aku sangat benci dengan nama tersebut. Nama yang terlihat aneh di antara teman-teman lainnya. Aku yang dilahirkan di sebuah desa kecil di salah satu kecamatan harus menerima cibiran dengan nama yang aneh tersebut, sangat tidak selaras dengan keluarga yang hanya pas-pasan.

Avicenna, Sena. Sampai sekarang aku selalu bertanya-tanya tentang arti nama tersebut. Bagaimana mungkin orangtuaku memberikan nama yang asal-asalan. Namun sayangnya kedua orang tuaku sudah pergi sebelum aku sempat bertanya tentang nama aneh itu. Paman dan bibi pun tak mengetahui arti satu kata tersebut, apalagi tetangga sebelah rumah. Pikiran ini terus bertanya-tanya.

Jika aku bisa menyembelih kambing untuk menukar nama aneh itu menjadi nama terbaik yang disukai banyak orang, maka sudah kulakukan dari dulu. Tapi nama itu satu-satunya peninggalan berharga yang mengingatkan pada dua orang yang berjasa dalam hidupku sekarang. Meski jarak dan waktu kami takkan pernah akan bertemu, tapi hati dan jiwa ini selalu merasakan kehadiran mereka.

Perjalanan waktu terus bergerak, aku pun tak peduli dengan nama aneh tersebut. Karena sudah terbiasa dan teman-teman sudah mulai bisa menerima, aku pun perlahan melupakan kekesalan tersebut. Hingga ketika aku memasuki sebuah universitas ternama di negeri seberang. Alangkah terkejutnya aku ketika melihat sebuah nama yang sangat kukenal terpampang jelas di depan gedung kampus. Kampus itu adalah kampus kedokteran yang menjadi tempat menimba ilmu setlah dinyatakan lulus menjadi mahasiwa disana. Menjadi seorang dokter bukanlah cita-cita, melainkan pesan orangtua yang sempat dititpkannya kepadaku bahwa Avicenna harus menjadi seorang dokter seperti Ibnu Sina. Ia adalah bapak kedokteran yang sangat terkenal di masanya dan masa kini.

Pertemuan pertama di kampus ini membongkar semuanya. Nama yang kubenci ternyata sangat dekat dengan jiwaku. Sudah merasuk dalam keseharian, menjadi doa yang terwujud dalam kenyataan juga sebuah pengharapan dari sepasang suami istri untuk buah hatinya. Aku berada didalamnya. Akulah Avicenna itu, seorang yang cerdas dalam ilmu pengetahuan, yang kuat dalam mengingat sesuatu, taat dalam menjalankan agama serta penulis handal yang telah melahirkan banyak buku. Akulah Sena seorang calon dokter yang akan menjadi penerus Avicenna yang sebenarnya.


#ReadingChallengeOdop
#tugaslevel2
#level2tantangan3
#Onedayonepost

You Might Also Like

0 komentar

Terima kasih telah meninggalkan komentar