Antara Ramadan dan Aku di Sepuluh Hari Pertama


Yaa anta/i
Jazakumullah khairan telah menyambutku dengan suka cita dari sebelum aku hadir di hidupmu.
Kau ucapkan rindu dan sesekali menyedandungkannya
Setiap posting-an medsosmu tergambar jelas akan kerinduan itu
Aku, dan aku, selalu saja kau sebut
Sebegitu rindukah dirimu terhadapku?

***
Waiyyaki sahabat....
Aku memang rindu padamu.  Rindu akan suasana yang kau buat meriah setiap harinya
Tak hanya meriah, hari-hari bersamamu membuat aku selalu saja merenungi setiap jengkal kehidupan yang telah Allah beri padaku
Siang ataupun malam, keduanya memiliki kesan yang berbeda. Siang mengajarkanku untuk menahan diri dari setiap sudut, sudut yang akan menjungkalkan aku ke dalam golongan yang merugi.
Mulut yang tak henti mengunyah ini harus rela diam sejenak untuk menjaga rasa lapar lebih lama dari biasanya, hingga waktu berbuka tiba.
Dan lidah ini yang berjasa dalam gunjingan atau makian akan ditahan oleh kalimat pujian terhadap-Nya

Kemudian malam menceritakan tentang sesuatu yang tak kudapat dari siang. Meski aku bebas untuk makan, kesibukan bersamamu telah membuatku lupa dan terus mengingat-Nya.

***
Iyakah?
Lalu sebanyak apa ibadah yang telah kamu lakukan di sepuluh hari pertama? Puasa, sudahkah kamu menjaga apa yang dilarang selama menjalankan puasa?
Tadarus, sudah berapa lembar interaksimu dengan Alquran?
Sholat, sudah berapa rakaat yang kamu kerjakan?
Sedekah, seberapa banyak harta yang kau bagikan ke mereka yang membutuhkan?
Silaturahmi, sudahkah kau bertegur sapa dengan teman-temanmu walaupun hanya bertanya kabar?
Sudahkah???
Aku harap kau tak bercanda dengan kerinduanmu saat itu.  Rindu yang kau umbar di setiap medsosmu agar semua orang tahu bahwa rindu itu ada.
Ingatlah bahwa, aku terus berjalan. Sepuluh hari pertama baru saja berlalu, lalu diikuti sepuluh hari berikutnya dan sampai di penghujung sehingga kita akan berpisah lagi untuk sementara, hanya saja aku tak bisa menjamin dirimu. Apakah nanti kita akan bertemu lagi atau kau hilang dalam kenangan saja.

***
Kuharap juga begitu. Semoga rindu ini tetap sama terhadapmu. Bukan sekadar rindu yang diumbar tapi sebenar-benarnya rindu.
Tak perlulah aku menunjukkan kepada dunia tentang kisah itu. Karena itu adalah rahasia antara aku dan Tuhanku. Dunia tak berhak mengetahuinya.
Aku takut. Jika dunia tahu maka dua celah yang siap menerkamku, yaitu kesombongan atau rendah diri. Kesombongan akan mudah masuk ketika pujian-pujian datang dari dunia, pun cacian dan hinaan yang diberi dunia akan menjadikanku rendah diri dan putus asa akan rahmat-Nya.
Aku tak ingin itu terjadi, maka dengan diamku dalam keheningan. Kan kubuat sebagai penghalang/pembatas agar aku tidak terlalu dalam jatuh dalam khilaf.
Maka ajarilah dan dekatilah aku. Agar saat kita berpisah lagi, penyesalan itu tak berani menghampiri.

***
Sesungguhnya Allah maha pengasih lagi maha penyayang. Sampai jumpa di percakapan di sepuluh hari berikutnya. Kuharap amalmu semakin bertambah sehingga aku tak akan memberikan kartu penyesalan padamu.
Semoga Allah memberi rahmat-Nya di sepuluh hari pertama sehingga kau berkesempatan mendapatkan tiket ampunan di sepuluh hari berikutnya.

#RWCODOP2018
#day7
#Latepost
#Ramadan2018

You Might Also Like

0 komentar

Terima kasih telah meninggalkan komentar