Aku, Impian, dan Hidayah-Nya


Aku Arin Gudesma yg biasa dipanggil arin adalah gadis perempuan yang dilahirkan didesa kecil dibagian Sumatera Selatan, butuh hampir 3 jam untuk  menuju desa tersebut dari pusat kota Palembang, Desa yang namanya terkenal sampai luar negeri ini sangat familiar bagi mereka yang setiap pekan hobbi menghabiskan waktu dilayar televisi rumahnya masing -masing untuk melihat aksi luar biasanya The Doctor Valentino Rossi bersama rekan-rekannya menakhlukkan setiap sirkuit yang ada, tak terkecuali "Sirkuit Sepang".

Sepang, itulah desa kelahiranku,  desa tempat masa kecil yang aku habiskan sampai aku harus pindah mengikuti orang tua dan bersekolah disana ketika umurku cukup untuk masuk sekolah dasar. Desa itu dulunya belum ada akses aspal untuk mencapainya,  tanah kuning itu mulai berlumpur jika musim hujan datang, disepanjang jalan kita akan menemukan pohon-pohon warga seperti pohon duku, durian dan lain-lain. Dan mulai muncul lubang di musim kemarau karena hasil sisa - sisa hujan yang menjatuhinya.  Dan sampai sekarang jalan menuju kesana pun tidak terlalu bagus,  meski sudah diaspal namun masih saja ada jalanan yang rusak karena jarang diperhatikan oleh pemerintah sehingga aku selalu memakai masker jika mudik menggunakan sepeda motor untuk kedesa tersebut.

Dilahirkan didesa kecil tidak membuatku patah semangat atau merasa rendah diri dari orang-orang.  Arin kecil selalu punya ambisi,  salah satunya adalah kepindahan orang tua dari tanah kelahirannya adalah ucapan yg selalu ia sebut ketika ada orang dewasa bertanya tentang "dimana nanti ia bersekolah", tanpa ia sadari impian yg ia ucapkan meski masih belum sempurna (dengan kata yg sulit dimengerti, kecuali bagi orang mau memikirkan dan menerjemahkannya)  itu dikabulkan oleh sang pencipta.

Selain itu,  aku adalah anak perempuan satu-satunya dikeluarga,  karena aku memiliki kakak dan adik laki-laki.  Jarak aku dan kakak hanya 3 tahun sedangkan dengan adikku jaraknya 6 tahun. Karena anak perempuan satu-satunya aku lebih dilindungi dan sangat diperhatikan yang membuat aku tidak bebas melakukan sesuatu yang aku inginkan. Alhasil kalau mau pergi sekolah selalu ada yang mengantar sehingga tidak ada yg berani mendekatiku oleh karena itu membuat aku lebih terjaga dari gombalan-gombalan lelaki yang sudah mampir ditelingaku sejak Sekolah Dasar.  Ya,  beberapa kali aku menolak orang yang mengajak pacaran padahal aku juga sebenarnya ingin sekali bisa pacaran seperti teman-temanku. Meski bukan hanya itu alasan satu2nya, aku juga belum menemukan orang yang pas saja dan aku hanya bisa melampiaskan itu semua dengan belajar serta berusaha agar nanti aku diterima ke perguruan tinggi negeri, jauh dari orang tua dan bisa berpacaran...  Hahahah (masa jahiliahh). Impian yg sempat terlintas dalam benakku saat aku SMA, aku bercita-cita berpacaran saat kuliah.

Tak seperti impian biasanya, dimana teman-teman sudah berdua bersama pacar, bertemu atau "ngapel"(istilah mengunjungi pacar) setiap malam kamis atau malam minggu, aku hanya nonton didepan televisi yang sesekali diiringi dengan belajar atau mengerjakan PR dari guru. Begitulah hari-hariku sehingga dengan ketekunan itu aku selalu langganan juara, dari juara kelas hingga juara umum.  Hal itulah yang mengantarkan aku lolos dalam seleksi SNMPTN yg sekarang namanya berubah menjadi SBMPTN.Ya, aku diterima di perguruan tinggi negeri di Sumatera Selatan yaitu Universitas Sriwijaya.  Universitas yg memang aku impikan dari sejak dulu. Hidupku memang penuh dengan impian,  karena dengan memiliki mimpi aku mampu berjalan dan mengatur langkah-langkah apa yang harus aku tempuh.

Tahun itu aku mulai masuk ke perguruan tinggi,  dan aku masih ingat akan cita-citaku waktu SMA.  Namun cita-cita itu pun tidak tercapai karena hidayah Allah turun kepadaku melalui mereka,  Muslimah-muslimah yang berjilbab lebar dan sangat teduh jika dilihat. Dengan melihat mereka,  terbesit dalam pikiran ingin menjadi seperti mereka,  berpakaian anggun,  bicara seadanya serta menebarkan kebaikan. Seiring berjalannya waktu,aku mulai mencari tahu dan mencoba bergaul dengan mereka dan juga sering mengikuti kajian-kajian yang diadakan setiap minggu ataupun bulanan sehingga penampilanku pun ikut berubah, dari yang jilbab diikat kebelakang dan transparan mulai berproses lebih rapi dari sebelumnya,  juga dari jilbab yg seperti toko klontong yg buka tutup sesuai keinginan pemiliknya menjadi lebih konsisten dari sebelumnya. Dan impian itu sirna menjadi impian lain yg lebih mulia yaitu tidak mau berpacaran sampai menikah yaitu ketika ada seorang lelaki meminang dan menikahiku yang disaksikan orang tua,  keluarga, teman-teman, masyarakat, juga malaikat yang mungkin hadir dalam peristiwa sakral tersebut.

Tak ada pengalaman indah dan berkesan yang aku dapat kecuali hidayah Allah yg membuat aku berpikir untuk terus belajar menjadi manusia yang lebih baik dari hari kehari. Dan aku selalu berusaha untuk mengenggam hidayah itu agar tidak hilang dibawa angin kesombongan,  ataupun dibakar oleh keegoisan diriku sendiri. Tak mudah untuk bertahan dalam keistiqomahan tersebut,  aku selalu saja menemukan tantangan-tantangan baik dari teman,  keluarga ataupun dari diriku sendiri.

Sahabat,  jika hidayah sudah menyentuh nurani,  pahamilah dan datangi hidayah itu, jangan hanya berdiam diri. Berdiam diri akan membuat kita terus menjalani hidup yang itu-itu saja tanpa pahala yg bertambah dan kebaikan yg tertunda serta kitapun tidak mengetahui apakah akan ada kesempatan kedua untuk kita. Sedangkan diluar sana, sebagian orang harus menderita untuk mempertahankan hidayah itu.

Dari Aku,  Arin Gudesma yang masih terus belajar.

*26sept17
#TantanganPekan1
#ODOP_Day2
@gudesmaa21
#selalulahmembaca
#teruslahmenulis

You Might Also Like

0 komentar

Terima kasih telah meninggalkan komentar