Keputusan Alena



Hidup dalam rumah sederhana bersama orang yang mengajarkannya mengenal Tuhan telah memberikan perubahan besar pada hidup Alena. Hari-hari yang ia lewati hanya dihabiskan untuk mengabdi pada Allah, suami, dan anak-anaknya. Setiap hari di sepertiga malam, tak lupa ia selalu menjadi wanita pertama yang bangun di dalam gubuk mereka. Diikuti suami dan anak-anaknya. Kemudian melanjutkan pekerjaan rumah yang ia kerjakan sendiri semenjak keputusan besarnya tersebut. Masa kecil dan remaja yang ia habiskan dalam istana megah yang berselimut kemanjaan tak membuatnya segan untuk menyelesaikan semua pekerjaan rumah sendiri.

Gemerlap kekayaan orang tuanya ditinggalkan begitu saja saat hati dan keyakinannya berpindah ke arah yang lebih baik. Rambut panjangnya yang halus dan hitam mulai disembunyikan di balik kerudung sederhana yang ia punya. Begitu juga dengan kulit putih mulus merona yang selalu ia pamerkan mulai tertutup dan hanya ia abdikan untuk suami tercinta. Beasiswa dan prestasi tinggi yang sedang digenggam olehnya pun telah dilepaskan demi belajar memperdalam ilmu agama yang tak pernah tersentuh olehnya dari semenjak kecil. Huruf hijaiyah satu persatu dihafalkan dan dirangkainya melalui suara merdu yang keluar dari kedua bibirnya.

Teman-teman sepermainan yang selalu menemani kesehariannya mulai pergi meninggalkan di karenakan perubahan pada dirinya.  Sungguh, perjuangan menuju tangga baru demi mencapai kebahagiaan yang ia cari telah membuatnya kehilangan orang-orang yang pernah singgah dan menjadi orang penting dalam hidupnya.

Alena lebih memilih hidup dengan lelaki cahaya itu, sedangkan banyak lelaki yang jauh lebih mapan dan tampan meminang dirinya. Keputusan besar yang ia tempuh menorehkan jarak antara ia dan kedua orang tuanya. Hubungan yang terbentuk oleh takdir harus terpecah dengan keputusan yang diambil oleh Alena. Meski beberapa kali Alena mencoba untuk berbicara dari hati ke hati kepada kedua orang tuanya. Tetapi, seperti kerasnya prinsip Alena. Orang tuanya juga tetap pada keputusannya tersebut.

Keputusan besar itu bukanlah sebuah keputusan tanpa alasan. Sudah lebih dari tiga tahun ia memikirkannya. Ketika takdir mempertemukannya dengan lelaki yang telah sah menjadi suaminya, saat itu ia masih senang berbelanja untuk memuaskan nafsunya. Namun, ketika berada di kasir untuk melakukan pembayaran. Alena terdiam dan linglung karena bingung dengan semua yang terjadi. Dalam hati ia berujar "Bagaimana aku bisa membayar semua ini?"

Mata dan kepalanya digerakkan ke kanan, ke kiri, ke depan, ke belakang. Ia mencari seseorang yang mungkin dapat menyelamatkan rasa malu yang akan ia alami. Namun, apa yang ia cari tak kunjung datang. Untungnya, seorang laki-laki yang kebetulan berada dalam antrian yang sama dengan sigap memberikan isyarat dan mengajaknya untuk pergi dari kasir dengan alasan bahwa baju yang dia beli salah ukuran. Walaupun ajakan yang diberi pemuda tersebut hanya isyarat yang tiba-tiba dimengerti oleh Alena. Anehnya Alena menuruti tanpa bicara sedikitpun. Waktu terasa lambat berjalan ketika keempat langkah kaki mereka pergi meninggalkan kasir menuju tempat yang aman. Dan, lelaki itu hanya memberikan selembar kertas tanpa berbicara satu kata pun lalu pergi meninggalkan Alena yang lega dan terselamatkan dari rasa malu. Alena pun belum sempat untuk mengucapkan terima kasih.

Semenjak saat itu, sebuah perasaan bergejolak di hati Alena kembali hadir setelah beberapa kali hatinya tersakiti oleh laki-laki yang hanya memanfatkan kekayaannya saja. Seorang yang berparas teduh telah menolong rasa malunya. Terlebih, sebuah pesan yang ditinggalkan oleh lelaki misterius tersebut sehingga membuat  Alena pun mencari tahu sosoknya. Kemudian ia selalu datang ke tempat mereka bertemu. Namun nihil, orang yang ia cari tak pernah datang.

Pesan dalam secarik kertas yang selalu ia bawa perlahan-lahan menyadarkannya untuk tidak menghambur-hamburkan uang dan lebih banyak mempelajari ilmu agama. Meskipun setelah tiga tahun berlalu, lelaki itu tak pernah tampak dalam kehidupannya.

Ketika Tuhan telah menciptakan adam dan hawa, Alena pun ditakdirkan berpasangan dengan lelaki cahaya. Seorang pemuda yang menolong hidup juga akhiratnya. Seseorang yang tak banyak berkata tetapi memberi pesan yang terduga. Takdir telah menyatukan dua insan yang memang telah pantas disatukan. Sebuah kisah singkat yang hadir dalam dua insan, kecintaan mereka pada sang pencipta menghadiahkan sebuah keluarga yang selalu dinaungi oleh cinta-Nya.

Lelaki cahaya hanya tersenyum dan mengangguk ketika istrinya membagi cerita pertemuan pertama mereka yang sebenarnya tak pernah dialami olehnya. Sebuah rahasia yang tak pernah diungkapkan kepada Alena. Sebuah cahaya dari langit telah menyatukan dua insan yang berbeda latar belakang menjadi sebuah keluarga impian yang di cita-citakan semua orang. Alena merasa bahagia dengan pilihan yang telah dibuatnya. Tak ada penyesalan sedikitpun. Ketika meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik.


#cerpen
#onedayonepost
#30harimenulis
#day11
#tantanganRCO
@gudesma_arin

You Might Also Like

2 komentar

  1. Penasaran dengan Alena yang nggak bisa bayar di kasir. Hilangkah dompetnya?

    BalasHapus
  2. padahal ceritanya udah kelar segitu aja. Memang ditulis seperti itu, biarlah pembaca yang menjawabnya sendiri :D

    BalasHapus

Terima kasih telah meninggalkan komentar