Pondok Robithoh Pengikat Hati Part 10


Kertas yang tertulis dan diselipkan di sela-sela buku tak terlihat ataupun disentuh oleh Intan. Isyarat yang diberi oleh Pira tak ada kemajuan sedikitpun. Padahal beberapa kali Intan melihat dan merapikan keadaan di atas lemarinya.

Pira pasrah akan nasib pertemanannya dengan Intan. Ia pun lebih sering bersama Sulis. Dan hari itu pun Sulis dan Pira mengobrol. Pira mencurahkan kegelisahannya kepada Sulis termasuk masalah yang sedang ia hadapi dengan Intan. Tetapi, sayangnya kesalahpahaman bertambah pelik. Intan malah menyalahkan Pira yang lebih percaya kepada Sulis daripada dirinya sehingga masalah yang sangat penting tersebut malah diketahuinya dengan cara yang tidak sengaja. Intan berfikiran bahwa masalah tersebut takkan pernah ia tahu jika ia tak melihat kertas tersebut.

ˇIntan? sejak kapan kamu berada disana?" tanya Pira dengan ekspresi yang terkejut dan kebingungan.

ˇIya Mb, Intan sudah lama berdiri disini. Awalnya Intan mau meminta maaf dengan Mb karena sudah mengacuhkan dan mengabaikan. Tetapi Intan salah, Mb Pira memang pantas mendapatkannya."

"Maksudmu Tan?" tanya Pira tak percaya dengan apa yg telah diucapkan Intan.

"Sudahlah Mb, kamu jangan sok baik atau polos. Mb telah mengecewakan Intan, masalah penting tentang aku, malah Mb bagi dengan Mb Sulis."

"Bukan begitu Intan," Sulis berusaha untuk menengahi.

"Cukup Mb Sulis, Intan tidak pernah tahu jika Mb Sulis diam-diam menghanyutkan ya" kata Intan dengan sinis.

"Intan, kamu salah paham. Kesini, ayo kita bicara baik-baik." ajak Pira.

"Maaf Mb, Intan sudah mendengar semuanya. Intan duluan, assalammu´alaikum."

"Wa'alakummussalam wr.wb." jawab Sulis, sedangkan Pira terdiam.

Pertengkaran Intan dan Pira terus berlanjut. Sulis sangat menyesal, karena dirinya masalah tersebut bertambah rumit.

....
Sementara itu, pemuda bernama Salim sedang gelisah menunggu jawaban dari niat baiknya tersebut. Ia telah berdiri di depan kediaman Ustad Husain untuk mengetahui jawabannya. Ia sangat berharap kabar baik yang akan didengar oleh telinganya.

Selagi menunggu Ustads Husain keluar, pandangan Salim tertuju kepada perempuan yang ia lihat bersama Pira beberapa hari yang lalu. Perempuan itu berjalan menuju rumah Ustads Husain.

Sebelum Salim menegurnya, perempuan itu terlebih dahulu mengucapkan salam padanya.

"Assalammu´alaikum, Bu Nyai ada?."

"Waalaikummussalam, sepertinya ada. Saya juga sedang menunggu Ustad Husain. Silakan kamu ketok sendiri."

Intan tak menyadari kalau yang ia ajak bicara adalah orang yang membuat perseteruannya dengan Pira semakin memanas.

"Tunggu saja, disini dulu. Kita bisa ngobrol sebentar. Kebetulan ada yang mau saya tanyakan padamu."

"Saya, apa kita saling kenal?" Intan mencoba mengarahkan pandangannya kepada pemuda tersebut. 'Subhanallah, bukankah dia adalah...' ucap intan dalam hati. Degup jatungnya pun berdetak tak beraturan.

"Belum, tetapi saya pernah melihatmu di Tabligh Akbar kemarin."

"Oh, iya saya ingat. Kamu pembawa acara yang kemarin?."

"Iya benar, lalu apa yang ingin kamu tanyakan?" Intan mulai berpikiran aneh-aneh. Kebaperannya meningkat seratus persen. Intan yakin pemuda itu memiliki rasa yang sama kepadanya. Mb Pira tidak akan bisa menghalangi atau merebut jodohnya yang telah dikirim oleh Allah.

"Ini Mb, sebelumnya saya mohon maaf karena lancang bertanya kepada Mb. Perkenalkan saya Salim Perdana, kamu bisa panggil Salim aja. Saya bicara dengan Mb....?"

"Iya, tidak apa-apa. Saya Intan."

"Begini Mb Intan. Saat Tabligh Akbar kemarin saya melihat perempuan yang di sebelah Mb intan. Apakah dia adalah Pirana Salsabila?."

Intan terkejut dan terdiam sesaat setelah mendengar pertanyaan Salim. Bagaimana bisa Salim kenal dengan Mb Pira. Ia pun hafal nama lengkapnya. Intan bertanya-tanya di dalam hati.

"Mb Intan?" Salim bingung dengan sikap Intan yang terdiam tak menjawab.

Setelah beberapa saat Intan menjawab.

"I ii iya, dia Pirana Salsabila." jawab Intan gugup.

"Alhamdulillah, berarti apa yang aku pikirkan benar adanya."

"Apa? apa yang sedang kamu pikirkan Salim." tanya Intan penasaran.

"Tidak ada apa-apa."

"ohw, ngomong-ngomong, darimana kamu kenal dengan Mb Pira?"

"Saya sudah lama mengenalnya Tan, perkenalan kami sudah terjalin sejak lima belas tahun yang lalu."

"Apa? lima belas tahun? apakah saya tidak salah dengar."

"Tidak, kami memang sudah saling kenal sejak dulu. Namun takdir memisahkan kami. Untuk lebih detailnya kamu tanyakan saja dengan Mb Pira. Saya tidak berhak mengatakan semuanya, biarlah dia yang menjelaskan karena dia adalah temanmu."

Intan tak percaya apa yang diucapkan oleh pemuda didepannya. Pemuda yang sempat singgah dihatinya dan juga alasan kuat baginya untuk mengacuhkan Mb Pira. Intan lemas, Ia pun mengurungkan niatnya untuk menemui Ibu Nyai. Pertanyaannya tentang masalah yang menimpa merupakan kesalahpahaman yang seharusnya tidak pernah terjadi. Intan pergi meninggalkan pemuda itu dan ia tak lupa mengucapkan salam sebelum pergi.

Intan berjalan dengan langkah yang lebih cepat dari biasanya. Ia ingin sekali memeluk Mb Pira dan memohon maaf atas keegoisan dan kekhilafan sehingga membuat masalah semakin rumit. Ia juga ingin meminta maaf dengan Mb Sulis karena menuduh dengan kata-kata kasar dan sinis. Sikap kekanakan yang mendiami tanpa memberikan waktu untuk mendengar penjelasan yang sebenarnya sangat ia sesalkan.

Intan sudah tiba di kamar Hafshah, tetapi tidak ada seorang pun. Sulis dan Pira sudah pergi. Juga Bu Hana yang sedari awal memang tidak ada di kamar.

Intan mencari di halaman belakang, namun nihil. Tak ada siapapun.

To be continued....
Sebelumnya di Part 9
@gudesma_arin
241117
#OdopTantanganCerbung
#Part10

You Might Also Like

0 komentar

Terima kasih telah meninggalkan komentar