Pondok Robithoh Pengikat Hati Part 12 (End)



Pira dan Sulis terlihat duduk termenung di depan ruangan UGD. Peristiwa kilat yang mereka saksikan di hari itu seperti mimpi. Perempuan itu telah berkorban demi menyelamatkan Sulis. Pira yang melihat langsung kejadian tersebut termenung dan masih tidak percaya. Tak hanya Pira, Sulis syok tak bisa berkata-kata. Sifat pendiamnya semakin menjadi-jadi. Hanya wajah dan kedua mata yang sayu terus mengeluarkan air mata penyesalan.
 Denting jam dan lalu lalang manusia yang berjalan di depan mereka tak terlihat dan juga tak terdengar. Hanya sesenggukan tangis yang bersahutan menemani mereka di kursi tunggu. Kemudian, Dokter yang menangani Bu Hana keluar dari ruang UGD. Wanita yang mengenakan jas putih dengan masker dimulutnya itu keluar dengan wajah yang was-was. Pira tersadar dan segera bertanya dengan perasaan penuh khawatir. Namun, Dokter menggeleng-geleng.

"Bagamaina keadaannya Dok?" tanya Pira.

"Sangat disayangkan. Pasien banyak kehilangan darah sehingga kami tidak bisa menyelamatkannya, maafkan kami" jawab Dokter dengan raut muka menyesal.

"Tidak dok, dokter pasti salah" jawab PIra dengan tangis yang masih bercucuran.

"Sabar ya Mb, ini merupakan takdir dari Allah. Tolong terima ini," Dokter menyerahkan kertas yang berisi surat terakhir dari Bu Hana.

"Ini apa dok?."

"Ini amanah dari pasien. Beliau minta kalian bertiga harus membacanya secara bersama-sama."

"Baiklah, terima kasih Dok."

Sulis yang diam sedari tadi, berdiri dan melangkah menuju ruangan UGD, ia tak menghiraukan perkataan Dokter. Ketika ia masuk beberapa langkah, ia tertunduk bersimpu di lantai saat melihat Bu Hana yang terbujur kaku di atas tempat tidur. Kedua matanya tak henti berkaca-kaca. Perempuan pengganti orangtuanya itu telah pergi selamanya.

"Sulis, bangun" Pira menghampiri dan berusaha kuat menerima kenyataan.

"Tidak Pira, Aku seharusnya yang berada di posisi Bu Hana, semua ini karena aku yang tidak bisa menjaga mulut dan prilakuku. Dan kau Pira, aku sudah  katakan kepadamu. Jangan pernah mendekatiku lagi."

"Sulis, ini adalah takdir dari Allah. Kamu tidak seharusnya berkata seperti itu. Apa maksudmu tentang mulut dan prilakumu? Apakah hal ini yang ingin kamu ceritakan tentang rahasia pendiammu?."

"Iya Pira, kamu benar. Aku adalah perempuan yang supel dan mudah bergaul, tetapi aku termasuk perempuan cerewet, suka komentar, bergosip, dan berkata apa adanya tentang hal yang sebenarnya tak harus diucapkan. Sampai suatu hari, mulutku ditegur oleh Allah. Dua orang sahabat bertengkar gara-gara aku, dan dua tetangga salah paham karena mulutku yng comel dan tidak bisa direm. Tak hanya itu saja, beberapa orang mengadukan akibat mulut dan prilakuku itu kepada Ibu di rumah. Alhasil aku dimarahi habis-habisan, tapi aku melawan dan menjawab semua omelan Ibu, dan kamu harus tahu Pira. Mendengar jawabanku yang lebih panjang dari omelannya, beliau tiba-tiba pingsan. Aku sangat panik dan memanggil ambulan. Namun, nyawa ibuku tidak tertolong. Beliau menghembuskan nafas terakhir setelah meninggalkan pesan kepadaku. 'Sulis, jagalah perkataanmu sayang. Cobalah untuk diam dan tidak berkomentar meski kamu menginginkannya.' "

"Lalu?" tanya Pira penasaran.

"Semenjak saat itu, aku mulai menjaga lidahku dan berbicara seadanya saja. Sampai aku menemukan sosok seperti Ibu yaitu Bu Hana. Juga kamu Pira, aku mulai berbicara dan berkomentar sedikit demi sedikit. Tetapi, akhir yang kudapatkan seperti ini. Aku kembali membuat dua orang bertengkar yaitu kamu dan Intan dan sekarang aku kehilangan orang yang sangat disayangi. Mungkin seharusnya aku tidak berbicara, biarlah aku diam dengan buku-buku yang selalu kubaca." Sulis menjelaskan semuanya dengan mata yg masih berlinangan.

"Sudahlah Sulis. Aku akui nasehat ibumu baik, tetapi kamu salah menempatkannya. Ibumu ingin kamu tetap seperti Sulis yang dulu, hanya saja kamu harus menjaga setiap kalimat yang dikeluarkan. Bukan menjadi pendiam yang tidak bersosialisasi."

"Iya Pir, itu menurutmu. Tetapi aku yang merasakannya."

"Baiklah, kalau itu keputusanmu. Ayo bangun, kita harus pulang dan mengantarkan jasad Bu Hana ke Pondok."

Mereka pulang ke pondok menggunakan ambulans. Sirene ambulans berhasil membuat penghuni Pondok keluar dari kamarnya masing-masing. Tak terkecuali Intan yang sedang berdoa atas kegelisahan yang sedang dialaminya. Dari balik jendela, Intan melihat Pira dan Sulis yang keluar dari ambulans. Ia terheran dan cemas, kemudian keluar untuk mengetahui apa yang sedang terjadi.

"Mb Pira, apa yang sedang terjadi" tanya Intan.

Pira hanya diam, dia tidak yakin akan sikap Intan yang tiba-tiba berubah.

"Mb Pira, apa yang sedang terjadi," Intan mengulangi pertanyaannya lagi.

"Bu Hana, Tan. Bu Hana sudah pergi. Kita kehilangan Ibu sekaligus sahabat. Allah lebih sayang padanya."

"Bu Hana" Intan bergegas menghampiri dan memastikan perkataan Pira. Ia pun menangis melihat Ibu Hana yang terbujur kaku ditutupi kain berwarna putih.

Jenazah Bu Hana segera dikebumikan setelah dimandikan dan disholatkan, meskipun dalam keadaan hari yang masih gelap. Semua warga berbondong-bondong membantu.

Malam itu, kamar Hafshah berduka. Ketiga perempuan itu masih mengeluarkan air mata. Namun, pertengkaran di antara mereka sirna seketika. Mereka kembali bersama dan membaca surat dari Ibu Hana untuk mereka bertiga.

Enam bulan kemudian.

Kepergian Bu Hana masih berbekas di hati mereka. Semenjak membaca tulisan Bu Hana, Sulis perlahan membuka diri dan mau bersosialisasi. Intan dan Pira pun telah berdamai, kesalahpahaman di antara mereka telah selesai. Kisah cinta Pira dan Salim pun berlanjut ke jenjang pernikahan. Begitu juga dengan Intan, Intan sedang menjalani ta'aruf dengan lelaki solih yang selama ini memendam rasa suka padanya.

Pondok Robithoh menjadi saksi terikatnya hati. Hati manusia yang terikat dengan Rabb-Nya. Hati saudara seiman yang saling menyayangi tanpa pamrih. Ketulusan hati Ibu ke anak-anaknya walaupun hanya anak angkat. Dan hati dua anak adam yang saling mencintai karena Allah.


The end.

Sebelumnya di Part 11

@gudesma_arin
261117
#OdopTantanganCerbung
#Part12End

You Might Also Like

0 komentar

Terima kasih telah meninggalkan komentar