Pondok Robithoh Pengikat Hati Part 8



Pira sangat bingung apa yang harus dilakukannya, meskipun Bu Nyai mendukungnya untuk menerima ajakan ta"aruf dari Salim Perdana yang selalu ia panggil dengan bang Dana. Hatinya masih belum bisa menerima, apalagi disaat ada saudarinya yang juga menginginkan pemuda tersebut.

Sebelum bercerita dengan Intan tentang perkara yang sebenarnya. Pira sangat ingin menumpahkan segalanya pada Bu Hana yang sudah seperti ibunya sendiri. Tetapi sejak ia kembali ke kamar, Bu Hana tidak ada. Hanya ada Sulis yang sedang membaca buku.
Apakah aku bicara dengan Sulis? bukannya Sulis suka membaca buku. Kemungkinan besar dia bisa memberi solusi untuk masalahku ini. Sulis juga orangnya intovert yang jarang sekali ngobrol dengan orang-orang. Rahasiaku bakalan aman jika bercerita dengannya, pikir Pira dalam hati.

Tanpa pikir panjang, Pira menghampiri Sulis dan mengajaknya mengobrol santai. .

"Sulis, lagi sibuk gak? bolehkah kita ngobrol sebentar?."

"Tidak Pir, hanya lagi membaca buku. Kenapa?"

"Aku sangat bingung Lis, ada hal yang begitu rumit untuk aku dalam mengambil keputusan."

"Tentang apa?"

"Tentang diriku...."

"Kenapa dengan dirimu? aku perhatikan kamu orangnya cerdas, baik juga menghargai orang lain. Apakah kamu tidak salah cerita tentang dirimu kepadaku. Kita kan belum kenal dekat, kamu belum tahu aku yang sebenarnya Pir."

"Insyaallah aku yakin kepadamu Lis, kamu tidak akan membocorkan hal yang akan aku ceritakan nanti. Bukannya kamu seringkali sendirian di kamar membaca buku. Jarang sekali aku melihat kamu bergaul ataupun mengobrol santai dengan teman-teman lainnya."

"Baiklah, jika kamu benar-benar yakin. Aku akan mendengarkan ceritamu dan akan memberikan solusinya jika memang aku tahu jawabannya."

Pira menceritakan kejadian dari awal Tabligh Akbar, amanahnya Intan, bertemu dengan Bu Nyai, dan ajakan ta'aruf lelaki di masa lalunya. Sulis mendengarkan dengan seksama, dia berusaha mencermati kegelisahan yang sedang dilanda Pira.

"Subhanallah, anti di ajak ta"aruf. Aku saja sampai sekarang masih sendiri. Itu adalah hal baik, aku sepakat dengan Bu Nyai. Kamu harus adukan dengan Allah dulu sebelum mengambil keputusan. Kita tidak tahu takdir, kemungkinan kekasihmu dulu adalah jodohmu yang tertunda. Allah ingin kalian bertemu dan menempuh jalan yang diridoi untuk bersatu.

"Terus Lis?"

"Terus, kamu harus siap mental berbicara dengan Intan. kamu juga harus siap jika setelah kamu menyampaikan yang sebenarnya, sikap Intan akan berubah dan terkesan menjauh. Begitulah hati, ia sangat sensitif meskipun dengan saudara atau sahabat sendiri. Persaudaraan bakalan hancur hanya karena perkara hati."

"Jadi, apakah aku salah Lis?"

"Tidak Pir, kamu tidak salah. Hanya saja takdir sedang menguji keistiqomahanmu. Apakah kamu mampu melewatinya dengan kesabaran atau kamu kalah atas masalah tersebut."

"Lalu, apa yang harus aku lakukan?"

"Seperti yang aku katakan diawal, kamu harus berusaha terbuka dengan Intan, dan diiringi dengan kesabaran. Jangan tunggu waktu yang tepat, tapi segerakanlah waktu tersebut. Karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok. Jika kamu jujur dan terbuka dengan Intan, aku yakin ia akan menerima hal tersebut dengan sikap bijak. Seperti pada kisah Salman Alfarisi yang merelakan cintanya untuk sahabatnya Abu Darda.

Salman Al Farisi Radhiallahu'anhu adalah seorang pemuda Persia yang merupakan sahabat Rosulullah yang spesial. Namanya mulai bersinar di kalangan sahabat sejak gagasannya tentang pembangunan parit di sekeliling kota Madinah pada saat perang Khandaq berhasil mengalahkan para kafir Quraisy Mekkah bersama pasukan sekutunya yang menyerang Rosulullah. Tetapi hal itu terjadi, tentunya atas pertolongan Allah yang mengirimkan angin topan sehingga membuat musuh agama Allah tersebut pulang dengan tangan hampa.

Kisah cinta Salman bermula ketika dia bersama Rosulullah dan kaum muslimin lainnya hijrah ke kota Madinah. Di kota tesebutlah Salman menemukan tambatan hatinya. Diam-diam ia menyukai muslimah solehah yang sering disebut oleh kalangan Anshar. Ia pun memantapkan hati untuk melamar perempuan tersebut. Namun Salman gelisah karena ia tidak mengerti adat-istiadat dalam melamar di daerah tersebut karena ia merupakan warga pendatang. Oleh karena itu, ia mendatangi salah satu sahabatnya yang merupakan warga asli Madinah. Dia adalah Abu Darda.

Salman bermaksud meminta Abu Darda menemaninya untuk melamar gadis pujaan hatinya. Mendengar hal tersebut, Abu darda sangat gembira, Ia mendukung niat baik sahabatnya. Tanpa rasa ragu, Abu Darda menerima ajakan Salim untuk menemaninya melamar gadis anshar tesebut.

Beberapa hari kemudian, Salman dan Abu darda mempersiapkan segalanya dan mereka mendatangi rumah gadis itu. Lalu, setibanya di rumah gadis itu, mereka disambut baik oleh tuan rumah. Abu Darda yang mewakili Salman Al Farisi menceritakan bahwa Salman merupakan salah satu sahabat Rosulullah. Dan Abu Darda mengutarakan niat sahabatnya tersebut untuk meminang. Si empu tuan rumah sangat senang karena didatangi oleh sahabat Rosulullah, terlebih salah satu di antara mereka akan meminang putrinya.

Sang Ayah tak langsung menerima lamaran yang diajukan,  karena sesuai ajaran Rosulullah, bahwa seorang Ayah harus menanyakan kesediaan putrinya, karena hak sepenuhnya adalah ditangan wanita yang dilamar. Sang Ayah pun memberikan isyarat kepada istri dan juga putrinya yang berada di balik hijab. Ternyata Istri dan putrinya telah mendengar apa yang telah dibicarakan dari awal. Dan putri solehah tersebut telah memutuskan perkara tersebut.

Jantung Salman Alfarisi berdegup kencang selama menunggu jawaban dari pujaan hatinya itu. Tak hanya itu, Abu Darda pun ikut gelisah menunggu jawabannya. Kemudian, setelah beberapa saat, Ibu sang gadis membuka suara untuk mewakili isi hati putrinya.

"Mohon maaf kami perlu berterus terang" kalimat itu membuat Salman dan Abu Darda gelisah dan khawatir menunggu kalimat berikutnya.

"Namun, karena kalian datang dengan niat karena Allah, saya ingin menyampaikan bahwa putri kami akan menjawab iya, jika Abu Darda juga memliki keinginan yang sama seperti Salman Al Farisi."

Takdir Allah berkehendak lain, Abu Darda yang hanya sebagai pendamping yang mendampingi Salman justru diharapkan oleh gadis pujaan Salman. Cinta suci Salman bertepuk sebelah tangan. Rahasia Allah memang tak pernah diketahui sebelumnya.

Tak seperti kebanyakan laki-laki yang akan bersikap tidak baik karena hatinya hancur berkeping-keping oleh sahabatnya sendiri, Salman justru menunjukkan sikap bijaknya. Ia menjawab jawaban tersebut dengan bertakbir "Allahu akbar". Ia terlihat gembira dalam ketegarannya menerima kenyataan. Tanpa rasa sakit hati dan ikhlas, ia pun memberikan semua harta yang ia siapkan kepada Abu Darda untuk meminang putri tersebut. Ia juga bersedia menjadi saksi pernikahan mereka. Jelas Sulis panjang lebar kepada Pira.
***

"Masya Allah, sungguh cinta Salman Al Farisi bukan cinta karena nafsu. Tetapi cnta karena Allah yang siap menerima ketentuan yang diberikan-Nya sepahit apapun itu."

"Iya, benar Pira. Kasus yang ada di dalam kisah Salman sangat mirip dengan kisahmu sekarang. Hanya saja, bedanya yang harus bersikap seperti Salman adalah Intan. Intan yang mungkin tak sekuat dan setegar Salman Al Farisi."

"Iya Sulis, semoga Intan dapat meneladani kisah Salman Al Farisi. Bagaimana kalau kamu menceritkan kisah ini kepada Intan terlebih dahulu. Kemudian, aku akan menceritakan takdir yang Allah berikan untuknya agar ia dapat menerima dengan hati yang lapang dan tidak mempengaruhi pertemanan kami."

"Ide bagus Pir, tapi aku jarang sekali bicara. Kita minta tolong Bu Hana, gimana?

"Sip, aku setuju."

Pirana mulai bisa tersenyum kembali. Masalahnya sudah tidak serumit saat awal ia mendengarnya. Sulis mampu merubah hatinya kembali tenang.


To be continued....
Sebelumnya di Part 7
@gudesma_arin
221117
#OdopTantanganCerbung
#Part8

You Might Also Like

1 komentar

  1. selanjutnya di part 9 : https://gudesmaa.blogspot.co.id/2017/11/pondok-robithoh-pengikat-hati-part-9.html?m=1

    BalasHapus

Terima kasih telah meninggalkan komentar